Kita sering mendengar istilah hukum thaghut yang dihadap-hadapkan dengan hukum Allah. Apa yang dimaksud dengan hukum thaghut? Dan bagaimana kita mensikapinya?
Thaghut adalah setiap perkara yang menentukan (mengatur) seorang hamba; yang harus diibadahi; yang harus diikuti; yang harus ditaati. Thaghut juga dimaknai suatu kaum yang berhukum pada hukum/peraturan selain (hukum) Allah dan Rasul-Nya, dan siapa saja yang mengikuti dan menaatinya memperoleh balasan neraka. Jadi, siapa saja yang berhukum atau menjadi hakim dengan hukum yang tidak berasal dari Rasulullah saw, berarti telah berhukum kepada thaghut dan thaghut itu sendiri1.
Kata thaghut juga terdapat dalam ayat-ayat al-Quran, seperti:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman pada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Mereka hendak beriman kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkarinya. Setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (TQS. an-Nisa [4]: 60)
Ibnu Katsir menjelaskan tentang ayat ini dengan menyatakan: ‘Tindakan ini merupakan pengingkaran terhadap Allah ‘azza wa jalla atas seruan untuk mengimani apa saja yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya dan kepada para Nabi terdahulu. Mereka ingin berhukum dalam mengatasi berbagai perselisihan (manusia) dengan hukum selain yang bersumber dari kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya’2.
Berdasarkan hal ini, thaghut seringkali digandengkan dengan kata lain yang memiliki makna yang satu, yaitu hukum thaghut, artinya hukum yang bukan berasal dari Allah Swt dan Rasul-Nya. Hukum yang berasal dari Allah Swt (al-Quran) dan Rasul-Nya (as-Sunnah) adalah Islam. Oleh karena itu hukum thaghut adalah selain hukum Islam. Disebut juga hukum kufur atau hukum jahiliah.
Ayat diatas mengandung hukum yang tegas, yaitu ingkari dan jauhi hukum thaghut. Yang termasuk hukum thaghut adalah seluruh produk hukum yang keluar dari akal dan hawa nafsu manusia, dan tidak bersandar kepada al-Quran dan as-Sunnah. Islam telah mengharamkan akal manusia menjadi penentu atas penyusunan peundang-undangan dan konstitusi apapun. Apa yang telah ditetapkan oleh akal manusia berupa peraturan, undang-undang, penetapan benar-salah, penetapan mana yang berhak dipuji dan dicela, adalah thaghut.
Dalam sistem demokrasi-kapitalis, otoritas akal dalam menetapkan hukum dan perundang-undangan yang mengatur hidup manusia ada di tangan parlemen. Parlemen –menurut mereka- pengejawantahan dari kehendak/keinginan seluruh rakyat. Rakyatlah yang memilih mereka sebagai wakil-wakilnya. Dan ini sesuai dengan pilar dasar sistem demokrasi-kapitalis yang menempatkan kedaulatan yang tertinggi itu berada di tangan rakyat. Karena, kedaulatan itu adalah kekuasaan tertinggi yang bersifat mutlak, pemilki kedaulatan adalah satu-satunya pihak yang berhak mengeluarkan (dan menetapkan) hukum yang menyangkut segala sesuatu maupun perbuatan (manusia)3. Dengan demikian hukum demokrasi kapitalis adalah hukum thaghut.
Seluruh negeri-negeri Islam saat ini adalah negeri-negeri yang menjalankan hukum-hukum thaghut. Kalau pun di beberapa negeri tersebut dijalankan pula hukum-hukum Islam, namun hal itu hanya menyangkut perkara-perkara yang sedikit, seperti perkara ubidiyah (peribadahan), pembagian pusaka (waris), pernikahan, perceraian, kematian; atau sebagian kecil perkara hudud (hukum tentang zina, pencurian, pembunuhan, mabuk dan penganiayaan). Sedangkan sisanya –yang menyangkut mayoritas kehidupan manusia- seperti sistem politik, sistem ekonomi dan perdagangan, sistem pendidikan, sistem sosial, sistem keamanan/militer, politik luar negeri, sistem perburuhan (kepegawaian), dan lain-lain, seluruhnya bertumpu kepada hukum thaghut.
Allah Swt mengancam para penyusun/penggagas, para penentu peraturan (perundang-undangan) yang tidak bersandar kepada hukum Allah Swt dan Rasul-Nya (yakni hukum Islam) dengan balasan neraka. Bahkan Allah Swt menggolongkan siapa saja yang berhukum dengan hukum thaghut (yaitu bukan hukum yang diturunkan Allah Swt dan Rasul-Nya) sebagai kafir. Firman Allah Swt:
Barangsiapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (TQS. al-Maidah [5]: 44)
Artinya, siapa pun yang meyakini dan sungguh-sungguh menjalankan hukum thaghut, maka orang itu telah terjerumus dalam kekafiran. Padahal, Allah Swt memerintahkan kita untuk menaati Allah dan Rasul-Nya, menjalankan sistem hukum Islam, dan mengingkari hukum-hukum thaghut.
Islam adalah agama dan jalan hidup yang diturunkan Allah Swt. Dialah Zat yang Maha adil, Maha tahu, Maha bijaksana, Maha melihat, Maha mendengar. Allah Swt tidak menerima agama dan sistem hukum rekaan akal manusia. Dan hukum-hukum yang bersumber dari sistem demokrasi adalah khayalan akal manusia yang bersifat lemah dan sangat terbatas, yang hanya memperturutkan hawa nafsu, keinginan dan kepentingan segelintir orang/kelompok. Jika demikian, untuk apa kita bersandar kepada hukum thaghut dan membelanya mati-matian, sementara hukum Allah dan Rasul-Nya (yakni hukum Islam) diabaikan?
Apakah sistem (hukum) jahiliyah yang mereka kehendaki, dan sistem (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada sistem (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS. al-maidah [5]: 50)
0 komentar:
Posting Komentar